picture from http://www.kaskus.us

picture from http://www.kaskus.us

Kecap Bango 2011

Dialog

Nenek  :  “Ssstt hmm.” (ekspresi kedinginan)

Rita      :  “Nek, masuk yuk.”

Nenek  :  “Siaapa ya?”

Rita      :  “Rita, cucu nenek.”

Nenek  :  “Rita? Rita siapaaa ya?”

Narasi  : “Selalu ada ke-sepenuh-hati-an dalam hidup dan dalam masakan, seperti kecap bango yang dibuat sepenuh hati dari bahan pilihan untuk kelezatan yang terasa ke hati.”

Nenek  :  “Emm, ini resep yang nenek ajarin kan Rita?” (akhirnya ingat siapa Rita)

Rita      :  (menganguk dan tersenyum sembari memeluk nenek)

Narasi  : “Karena rasa tak pernah bohong.”

***

Yang sangat menarik perhatian dari iklan ini adalah kualitas akting si nenek dan tentu saja, ide storyboard. Lihat saja bagaimana cara berbicara dan ekspresi wajahnya. Sempurna.

Suaranya khas nenek-nenek renta yang ingatannya sudah dimakan usia: rapuh dan lirih. Pun demikian dengan intonasi dan logatnya, hahaha, catchy banget. Terutama pada bagian “Rita? Rita siapaaa ya?”. Pada adegan ini, seringkali saya yang sibuk melakukan hal lain saat jeda iklan akhirnya mengalihkan pandangan kembali ke layar kaca, hanya untuk menikmati akting yang menghibur.

Tak kalah menarik adalah ekspresi wajah si nenek. Hampir di tiap sudut adegan, ekspresi nenek ini tidak ada cacat sedikitpun. Contohnya saat dia mengatakan “Siaapa ya?”, wajahnya yang disorot penuh kamera menampakkan raut kebingungan tak mengenali siapa Rita yang dimaksud, dengan goyangan-goyangan kecil di pipi kanan. Lalu saat ia berjalan dibimbing oleh Rita, tatapan matanya memandang kosong ke depan sembari berjalan tertatih. Seandainya ada penghargaan best commercial ad acting, pastilah nenek ini juaranya. 🙂

Hebatnya iklan ini tidak melupakan tujuan utamanya, yaitu imbas pada pemirsa yang menyaksikannya. Pack shot dan narasi yang digunakan mampu mendukung tercapainya awareness. Adegan proses memasak yang dilanjutkan enjoyment dengan menikmati lezatnya masakan olahan dengan Kecap Bango berfungsi menanamkan keyakinan bahwa kecap tersebut bisa membuat setiap masakan menjadi lebih berselera. Harapannya konsumen tidak hanya aware, tapi terpengaruh untuk membeli.

Di balik itu semua tentu saja ada tim kreatif yang sukses mengemas pesan yang ingin disampaikan melalui ide cerita yang menawan, termasuk mengatur agar si nenek dapat berakting sesuai yang diinginkan. Meskipun singkat, jalan ceritanya cukup berisi: memadukan unsur kekuatan kecap bango, yang dikisahkan merupakan resep turun temurun sampai-sampai kelezatannya membuat nenek tidak bisa lupa, dan unsur drama kecil di tayangan yang hanya berdurasi 30 detik.

Selamat pada tim brand Kecap Bango.

*sebenarnya saya juga mau bilang kalau pemeran Rita-nya cantik (meskipun tetap saja jauh lebih cantik calon istri saya), tapi takut artikel ini dibaca sama dia, ya sudah nggak jadi deh, mending cari aman. -__-

Cantiknya…… Berharap banget orang Indonesia bisa hidup lebih beradab seperti ini.

picture from http://www.kaskus.us/showthread.php?t=2104190

Tips Sholat Khusyu’

Posted: July 31, 2011 in Islam
Tags:

Banyak dari kita yang masih belum bisa mencapai khusyu’ dalam sholat. Seringkali tiba-tiba pikiran melayang, entah mendadak terlintas masalah kerjaan, teman, pacar, istri, suami, anak, sepakbola, makanan, dan lain sebagainya. Jelas dalam keadaan seperti itu kita kehilangan fokus beribadah, padahal saat sholat kita sedang berkomunikasi dengan Allah. Ibarat kita sedang berdiskusi dengan atasan di kantor, tapi pikiran kita tidak fokus pada materi diskusi, tentu atasan kita akan marah bukan?

Menurut hemat saya, khusyu’ sholat adalah sempurnanya kadar kefokusan dalam menjalani tahapan-tahapan komunikasi dengan Allah, yang diterjemahkan dalam gerakan dan bacaan sholat. Berikut tips upaya bagaimana mencapai khusyu’ sholat:

Niat, Bangun niat yang positif sejak awal. Niatlah sholat hanya untuk Allah, hanya untuk mendapat ridho Allah, hanya untuk mendapat pertolongan Allah, hanya untuk memperoleh surga Allah. Bersihkan niat sholat hanya karena gengsi atau malu ketauan kalo kita tidak sholat, atau hanya untuk sekedar menggugurkan kewajiban. Niat ini bisa juga diartikan bahagianya kita menyambut pertemuan kita dengan Allah (saat sholat), seperti bahagianya kita saat akan bertemu kekasih.

Pahami arti bacaan sholat, Kita harus mengerti lalu meresapi tiap bacaan yang diucapkan. Misalnya saat memulai Al-Fatihah, bismillaahirrohmaanirrochiim, resapi juga artinya di dalam hati, ‘Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang’. Dan seterusnya. Saat kita menghayati, kita akan merasakan bahwa kita sedang benar-benar berbicara secara langsung di hadapan Allah.

Tenang, Jangan terburu-buru. Nikmati tiap bacaan dan gerakan dalam sholat. Misalnya saat gerakan sujud, rasakan bahwa kita sedang benar-benar sujud bersimpuh di hadapan Allah.

Sholat di awal waktu, Ini akan membuat sholat kita menjadi tenang, sehingga tidak diburu waktu.

Bayangkan Allah ada di hadapan kita, Pikirkan bahwa kita seolah sedang melihat Allah di hadapan kita, maka tiap bacaan sholat bisa langsung didengar Allah. Dan yang lebih pasti, Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Allah pasti benar-benar mengamati kita.

Mengingat kematian, Ingatlah kematian dalam shalatmu, karena apabila seseorang mengingat kematian dalam shalatnya, sudah pasti ia akan berusaha keras untuk menyempurnakan shalatnya. Dan, shalatlah kamu seperti shalatnya seseorang yang tidak membayangkan bahwa dirinya bisa mengerjakan shalat sesudah itu.” (As-silsilah Ash-Shahihah oleh Albani)

Kalau nonton sepakbola Indonesia vs Malaysia kita bisa fokus, mengapa kita kesulitan fokus saat sholat?? InsyaAllah kita pasti bisa. 🙂

Bagi Hush Puppies, tipping point terjadi sekitar akhir 1994 dan awal 1995. Saat itu merek tersebut terbilang sudah mati. Penjualan menurun, hanya 60.000 pasang, kebanyakan di toko-toko sederhana di kota kecil yang jauh dari keramaian. Mendadak keajaiban terjadi. Merek ini mendadak digandrungi para hipster di klub dan kafe di kawasan pusat bisnis Manhattan. Beberapa perancang mode Manhattan dan Los Angeles menghubungi eksekutif Hush Puppies. Fenomena ketok tular betul-betul ampuh. Tahun 1995, berhasil terjual 430.000 pasang. Tahun berikutnya empat kali lebih banyak, dan tahun 1997 lebih banyak lagi.

Tiga karakteristik tipping point:

  1. Sifat menular.
  2. Perubahan kecil dapat bermakna besar.
  3. Perubahan tidak bertahap tapi dramatis.

Ibarat penyakit, mempunyai lebih dari satu cara untuk menjadi epidemi. Epidemi adalah sebuah fungsi yang memiliki beberapa unsur yakni: orang yang bertindak sebagai agen penginfeksi, agen penginfeksi itu sendiri, dan lingkungan tempat beroperasinya agen penginfeksi. Ketika epidemi meledak, suatu perubahan telah terjadi pada satu (atau dua atau tiga) unsur tadi. Ketiga unsur ini disebut dengan Hukum tentang Yang Sedikit (the Law of the Few), Faktor Kelekatan (the Stickiness factor), dan Kekuatan Konteks (the Power of Context).

John Potterat pernah melakukan analisis terhadap epidemi gonore di Colorado Springs. Ia menemukan bahwa separuh dari kasus pada hakikatnya dialami oleh orang dari empat kawasan pemukiman yang hanya 6 persen dari luas seluruh kota. Selanjutnya separuh diantara mereka ternyata sering berkunjung ke enam buah bar yang sama. Setelah melakukan wawancara mendalam di bar-bar tersebut, tersisa pada 168 orang yang dicurigai menjadi penular. Dengan kata lain, epidemi gonore dipicu dramatis oleh segelintir orang pada kota berpenduduk 100.000 orang.

Siapa 168 orang ini? Mereka orang yang keluar rumah setiap malam, orang yang berganti-ganti pasangan, orang dengan gaya hidup dan perilaku yang tak lazim. Kelebihan mereka adalah dalam hal cara bergaul, semangat hidup, dan keterampilan mempengaruhi orang lain.

Dalam kasus Hush Puppies, bagaimana sepatu itu berubah dari hanya dipakai beberapa hipster di Manhattan menjadi dijual di semua toko bergengsi di Amerika. Law of Few menjawab bahwa salah seorang di antara orang-orang istimewa ini mempunyai visi tentang kecenderungan tersebut, kemudian melalui kontak sosial yang dipadu dengan gairah dan semangat serta kepribadian mereka, informasi tentang Hush Puppies menyebar ke begitu banyak orang.

Ketika sigaret berfilter bermerek Winston diperkenalkan sekitar awal 1954, perusahaan pembuatnya tampil dengan slogan “Winston tastes good like a cigarette should”. Pada masa itu, kesalahan tata bahasa  dari pemakaian kata “like” untuk menggantikan “as” dalam kalimat tersebut mendatangkan kesan minor dan provokatif. Namun justru karena itu membuat orang tertarik. Dalam beberapa bulan sejak pertama kali diperkenalkan, berkat ungkapan janggal itu, Winston meraih angka penjualan luar bisaa. Selanjutnya, dalam beberapa tahun, Winston menjadi merek terlaris di Amerika.

Bagian tersulit dari komunikasi seringkali adalah tahap ketika kita harus memastikan pesan yang kita sampaikan menjadi lekat, tidak lolos lagi melalui telinga yang lain. Stickiness Factor mengatakan ada sejumlah cara tertentu untuk membuat sebuah kesan mudah menular dan terus diingat.

Dalam sebuah eksperimen, Bibb latane dan John darley  mengatur agar seorang mahasiswa di sebuah apartemen berpura-pura mengalami serangan epilepsi. Apabila tetangga mahasiswa itu hanya satu orang dan orang itu tahu tidak ada orang lain di sekitar tempat kejadian, peluang orang itu untuk langsung memberikan bantuan adalah 85 persen. Akan tetapi jika orang itu tahu ada empat tetangga lain yang menurut perkiraannya juga mendengar gejala serangan epilepsi, peluang untuk mendatangi si mahasiswa hanya 31 persen.

Dengan kata lain, ketika para saksi mata tidak sendirian, tanggung jawab untuk mengambil tindakan menyebar. Masing-masing mengandaikan ada seseorang diantara mereka akan menolong, atau masing-masing mengandaikan bahwa karena tidak ada yang bertindak, berarti peristiwa yang terjadi bukan masalah serius.

Yang penting agar orang bersedia mengubah perilaku mereka, kadang-kadang adalah informasi sesedikit mungkin tentang situasi yang sesungguhnya. Power of Context mengatakan bahwa dibanding kelihatannya oran sesungguhnya jauh lebih peka terhadap lingkungan sekitar.

***

Law of Few

Diantara sedikit orang yang menjadi asal sebuah epidemi, terdapat kelompok Connetors, Mavens, dan Salesman.

Stanley Milgram pernah melakukan penelitian surat berantai. Ia meminta 160 orang yng tinggal di Omaha untuk mengirim paket kepada seorang pialang saham di Boston. Tiap orang diminta menuliskan namanya pada paket dan menyerahkannya pada teman atau kenalan yang menurutnya akan mengirimkan lagi pada seseorang yang lebih dekat dengan sang pialang saham. Hasilnya rata-rata paket itu sampai setelah lima atau enam langkah. Uniknya separuh diantaranya pernah melewati orang yang sama: Jacobs, Jones, atau Brown.

Dari 160 orang yang tidak saling mengenal dan memiliki strategi mengirim paket yang berbeda-beda, ternyata akan sampai pada suatu rantai yang sama, tiga orang yang istimewa. Orang-orang seperti ini yang menghubungkan kita dengan dunia, yang menjembatani dua kota, yang memperkenalkan kita dengan lingkungan pergaulan, orang-orang yang memungkinkan orang sedunia saling berhubungan. Mereka adalah Connector.

Connector kenal dengan banyak orang. Mereka telah berusaha berada di berbagai dunia, subkultur, dan gaya hidup berbeda-beda. Kemampuan mereka ini merupakan fungsi sesuatu yang terkait dengan sifat khas pribadi, paduan antara sifat ingin tahu, percaya diri, kepedulian sosial, dan semangat hidup.

Entah kapan dalam peristiwa kebangkitan kembali Hush Puppies, sepatu itu ditemukan oleh para Connectors, orang-orang yang menyebarluaskan kembalinya Hush Puppies. Akan tetapi siapa yang bercerita kepada para Connectors perihal Hush Puppies?

Mencermati epidemi sosial, ada sejumlah orang tertentu yang diandalkan untuk menghubungkan kita dengan informasi baru. Ada spesialis dalam hal orang, namun ada spesialis dalam hal informasi. Dia adalah Maven.

Kendatipun demikian, Maven bukan pengumpul informasi yang pasif. Yang membuat mereka berbeda adalah begitu tahu informasi baru, mereka juga tergerak untuk menceritakannya. Ia tahu banyak hal yang tidak diketahui orang lain. Mereka membaca majalah lebih banyak daripada kebanyakan kita, membaca koran lebih banyak, dan mungkin hampir ke tiap sudt halaman koran atau majalah.

Dalam sebuah epidemi sosial, Maven bertindak sebagai bank data. Mereka menyediakan informasi. Connector bertindak sebagai perekat sosial: mereka menyebarluaskan informasi. Akan tetapi ada sekelompok orang pilihan lain, Salesman, yang memiliki keterampilan-keterampilan  untuk membujuk kita apabila kita belum yakin apa yang kita dengar.

Tom Gau seorang konsultan keuangan di Torrance, California. Pendapatannya setahun mencapai jutaan dollar. Seorang psikolog yang mendalami perilaku persuasi bercerita bahwa ia mempesona. Kebetulan saja Tom Gau menjual jasa perencanaan keuangan, akan tetapi kalau mau ia mampu menjual apapun. Yang menarik tentang Gau adalah bagaimana ia tetap persuasif kendati isi bicaranya sama sekali tidak persuasif. Tampaknya ia memiliki bakat, sangat menular, yang membuat siapapun mengiyakan perkataannya. Ia memiliki energi. Ia memiliki entusiasme. Ia memiliki pesona. Ia memiliki sifat mudah disukai orang.

***

Stickiness Factor

Kualitas khusus yang diperlukan sebuah pesan agar menyebar dengan sukses adalah kualitas kelekatannya. Apakah pesan itu, atau makanan atau film atau produk, mudah diingat sehingga memicu perubahan atau mendorong seseorang berbuat seperti yang diharapkan?

Pada tahun 1970-an, tokoh direct marketing, Lester Wunderman berkompetisi menciptakan awareness iklan tinggi dengan sejawatnya McCann Erickson pada bisnis Columbia Record Club. Dua orang yang mewakili perusahaannya masing-masing itu berbagi area di Amerika, tiap orang tiga belas area. Mereka memunculkan iklan dengan versinya sendiri. Di akhir pertandingan, tanggapan yang diperoleh di pasar Wunderman naik sampai 80 persen, sedangkan angka untuk McCann hanya 19,5 persen. Wunderman menang telak.

Wunderman memasang kotak kecil berwarna emas di majalah Parade dan TV Guide, kemudian menayangkan iklan di televisi yang mengungkapkan rahasia di balik kotak emas. Pemirsa diberitahu, apabila menemukannya di majalah Parade dan TV Guide, mereka bisa mendapatkan rekaman secara cuma-cuma dari Columbia.

Kotak emas itu berfungsi sebagai semacam pemicu. Tanda itu memberi pemirsa alasan untuk tidak melewatkan iklan di Parade dan TV Guide. Kotak emas itu menjadikan pembaca/pemirsa suatu bagian dalam sebuah sistem iklan yang interaktif. Pemirsa tidak hanya menjadi penonton, tetapi sekaligus seorang peserta aktif. Situasinya seperti bermain.

Jika cermat mengkaji sebuah gagasan atau pesan yang mengalami epidemi, unsur yang menjadikan gagasan atau pesan itu lengket sering hal-hal kecil dan remeh seperti kotak emas Wunderman.

Dalam sebuah eksperimen, Lorch dan Dan Anderson mempertontonkan sebuah episode Sesame Street pada dua kelompok anak lima tahun. Akan tetapi anak-anak dalam kelompok kedua disuruh masuk ke ruangan yang pebuh mainan menarik. Hasilnya, anak-anak dalam ruangan tanpa mainan menonton pertunjukan Sesame Street sepanjang 87 persen waktu yang disediakan, sedangkan anak-anak yang dilimpahi mainan rata-rata hanya menggunakan 47 persen waktunya untuk menonton. Akan tetapi, ketika anak-anak dari kedua kelompok ini diuji  untuk memeriksa berapa banyak informasi yang berhasil diingat dan dipahami, ternyata hasil untuk kedua kelompok ini tepat sama.

Anak-anak di ruangan penuh mainan menjalankan cara yang strategis sekali, membagi perhatian  antara bermain dan menonton sedemikian sehingga mereka menonton hanya pada bagian yang menurut mereka paling informatif. Anak-anak tidak menonton karena menerima rangsangan dan berhenti menoonton karena bosan. Mereka menonton karena mengerti dan berhenti menonton ketika mereka menjadi bingung.

Sebaliknya, tayangan Oscar’s Blending terhitung gagal total. Oscar tokoh yang aktif sekali. Di latar belakang ia terus bergerak kesana kemari. Mulutnya terus bergerak, begitu pula tangannya. Selalu ada sesuatu yang dipegangnya. Anak-anak tidak memusatkan perhatian pada huruf di bagian bawah layar sama sekali karena Oscar jauh lebih menarik. Oscar memiliki daya lekat. Sedangkan pelajarannya tidak.

***

Power of Context

New York City pernah mengalami masa kekacauan yang luar bisaa, catatan kriminal sangat tinggi, dan terjadinya kekerasan dan letusan senjata bukanlah menjadi sesuatu yang asing. Namun entah bagaimana, pada awal 1990-an, karena suatu sebab angka kejahatan ini mendadak turun. Padahal pada saat itu New York tidak mengalami pergantian penduduk, dan tidak ada seorangpun yang pergi ke jalan-jalan dan mengajari perbedaan baik dan buruk pada para penjahat. Akan tetapi, ribuan penjahat itu berhenti melakukan kejahatan. Bagaimana itu dapat terjadi?

Sebelum 1990, William Bratton diangkat menjadi komandan polisi kereta api baru. Ia menggunakan pendekatan ganjil. Sementara tindak kejahatan serius yang disertai kekerasan begitu marak di sistem kereta api bawah tanah, Bratton memutuskan membasmi kebisaaan naik kereta tanpa karcis. Menurut keyakinannya, naik kereta tanpa karcis juga simbol ketidakteraturan yang bisa menjadi pangkal pelanggaran-pelanggaran lebih serius.

Ia menempatkan sepuluh agen polisi berpakaian sipil dekat palang pintu pemasukan karcis. Tim itu menangkap pelanggar karcis seorang demi seorang, memborgol mereka, namun membiarkan mereka berdiri berjajar di stasiun sampai mendapat tangkapan cukup banyak. Bratton memerintahkan agar semua tangkapan diperiksa teliti. Maka terungkaplah bahwa satu diantara tujuh orang yang tertangkap pernah terlibat suatu kejahatan, satu diantara dua puluh orang kedapatan membawa senjata, bahkan kadang ada tersangka pembunuh. Tak lama kemudian orang jahat mulai berpikir panjang, setidaknya meninggalkan senjata mereka dan membayar karcis. Penangkapan para pelaku kejahatan ringan dan pelanggaran kecil yang diabaikan sebelumnya, meningkat lima kali lipat selama kurun 1990-1994. Angka kejahatan besar sekalipun di kereta bawah tanah akkhirnya turun drastis.

Tahun 1994 Bratton diangkat menjadi kepala kepolisian New York. Ia menerapkan strategi yang sama di kota itu secara keseluruhan. Kemudian terjadilah keajaiban berupa berkurang drastisnya tindak kejahatan di New York City. Kejahatan-kejahatan kecil, pelanggaran-pelanggaran remeh, yang lazimnya dianggap tidak signifikan, sesungguhnya merupakan tipping point menuju kejahatan-kejahatan besar.

Dengan demikian, Power of Context mengatakan kita tidak harus memecahkan masalah-masalah besar untuk mencapai hal yang besar.

Gore Associates adalah sebuah perusahaan berteknologi tinggi bernilai jutaan dollar yang berpusat di Newark, Delaware. Setiap kali pengamat bisnis membuat daftar perusahaan Amerika terbaik, Gore selalu masuk dalam daftar. Kendati demikian, Gore merupakan perusahaan besar yang mencoba beroperasi seperti perusahaan kecil yang baru berdiri. Willbert Gore, pendiri perusahaan, tersebut memutuskan setiap pabrik tidak boleh memiliki lebih dari 150 karyawan. Tiap anggota di dalam tiap kelompok itu saling kenal. Tiap anggota mampu berinteraksi dengan baik dengan seluruh anggota lain, pola kerjasama yang terjadi sangat efisien. Atmosfer sebuah visi bersama terasa hangat bagi semua orang.

Robin Dunbar menemukan angka yang didapatkan pada rasio neokorteks untuk manusia sebesar 147,8 atau hampir 150. Dengan demikian angka 150 tampaknya menyatakan jumlah maksimum yang memungkinkan seseorang mempunyai hubungan sosial murni, yakni jenis hubungan yang memungkinkan seseorang saling mengenal dengan baik. Angka 150 tidak muncul sekali dalam prakteknya. Melalui metode trial and error, militer mengatakan unit tempur tidak boleh lebih dari 200 orang, kemudian beberapa suku tradisional di Australia dan Amerika latin memecah kelompoknya setelah jumlahnya mencapai 150, dan beberapa contoh lain.

Pendek kata, yang telah diciptakan Gore adalah sebuah mekanisme organisasi yang memungkinkan gagasan dan informasi menyebar jauh lebih mudah. Andaikata Gore menghubungi tiap karyawannya sendirian, pekerjaannya akan jauh lebih sulit. Oleh karena itu, Gore harus memecah pabriknya menjadi kelompok-kelompok kecil yang semi otonom. Itulah paradoks dalam epidemi: agar dapat menciptakan gerakan yang sangat menular, sering harus menciptakan gerakan-gerakan kecil dahulu dalam jumlah banyak.